Egrang dan semangatku

Tanggal 17 Agustus nanti, kabarnya ada lomba main egrang. Aku gak bisa main egrang. Karena di Saung ada egrang, aku latihan saja supaya bisa. Namun demikian suda beberapa kali ku coba, aku tetap tidak bisa. Aku belum bisa naik sendiri ke pijakan egrangya, harus ada yang membantu dan menemani . Aku kerap terjatuh, tetapi aku tidak menyerah dan tidak putus asa.

Latihan pertama  ku lakukan di jalan, dipegangin sama teh Lela. Aku sudah bisa lima langkah. Latihan kedua dibantu Deni, bisa dua langkah. Selanjutnya latihan sendiri, tetapi tetap tidak bisa. Aku jatuh terus, harus ada yang menemani.  Aku terus latihan hingga jari kaki dan tanganku memerah, karena jari kakiku masuk ke pangkal pijak egrangnya.

Akhirnya  aku istirahat dulu. Sesudah istirahat aku main lagi. Baru satu kali aku langsung jatuh, sampai penahan untuk kakinya patah. Mungkin karena bambunya juga sudah rapuh. “pada akhir nya aku jatuh juga” kataku mengeluh, tapi Deni menghiburku “soten tiba ku kayane apan bisa kuen ku beah” (kalau jatuh tuh biasanya karena  bakal bisa), katanya. Lalu ia memperaiki egrangnya dibantu pak Wakhit.

Setelah diperbaiki, Deni mengawali  mainin egrang itu. “pen  nganyari  bekas memperbaiki yang patah”, ujarnya sambil tersenyum. Setelah itu, aku mencoba lagi dan dipegangin Deni, Aku sudah bisa melangkah, tetapi aku tetap sering terjatuh.  Jari kakiku melepuh, kulitnya lecet dan terasa perih.

Bermain engrang ini butuh kesabaran dan kemampuan mengatur keseimbangan. Aku belum bisa, tetapi aku tidak menyerah. Karena aku yakin kalau kita tidak menyerah dalam berjuang, mencoba dan berusaha dalam melakukan sesuatu pasti kita bisa berhasil.

oleh Beah